Little Engineer
Minggu, 18 Maret 2012
Contoh Aransemen Lirik lagu ~Laskar Pelangi
Laskar pelangi
Oooooooooo 2x
Lakar pelangi……….
Laskar pelangi………
Laskar pelangi………
Mimpi adalah kunci
Untuk kita menaklukkan dunia
Berlarilah tanpa lelah
Sampai engkau meraihnya (suara 2)
Laskar pelangi
Takkan terikat waktu
Bebaskan mimpimu di angkasa (Suara 2)
Warnai bintang di jiwa
Menarilah dan terus tertawa
Walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada yang kuasa (suara 2)
Cinta kita di dunia
Selamanya...
Aku disini bernyanyi untuk dirimu
Yang ingin kan engakau selalu teratawa
Bersama sang mimpi,yang selalu iringimu
Terbanglah bersamaku wahai laskar pelangi
Cinta kepada hidup
Memberikan senyuman abadi
Walau hidup kadang tak adil
Tapi cinta lengkapi kita
Walau hidup kadang tak adil
Tapi cinta kita lengkapi kita
SELAMANYAAAA
Created by Suryanawati (SMPN 1 SERANG)
Asuransi
Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk
merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau
ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain
sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat
diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit,
dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu
sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.
Istilah "diasuransikan"
biasanya merujuk pada segala sesuatu yang mendapatkan perlindungan.
Asuransi dalam Undang-Undang No.2 Th 1992
Asuransi dalam Undang-Undang No.2 Th
1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan
menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan
suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Badan yang menyalurkan risiko
disebut "tertanggung", dan badan yang menerima risiko disebut
"penanggung". Perjanjian antara kedua badan ini disebut kebijakan:
ini adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan
kondisi yang dilindungi. Biaya yang dibayar oleh
"tetanggung" kepada "penanggung" untuk risiko yang
ditanggung disebut "premi". Ini biasanya ditentukan oleh
"penanggung" untuk dana yang bisa diklaim di masa depan, biaya administratif,
dan keuntungan.
Contohnya, seorang pasangan membeli rumah
seharga Rp. 100 juta. Mengetahui bahwa kehilangan rumah mereka akan membawa
mereka kepada kehancuran finansial, mereka mengambil perlindungan asuransi
dalam bentuk kebijakan kepemilikan rumah. Kebijakan tersebut akan membayar
penggantian atau perbaikan rumah mereka bila terjadi bencana. Perusahaan
asuransi mengenai mereka premi sebesar Rp1 juta per tahun. Risiko kehilangan
rumah telah disalurkan dari pemilik rumah ke perusahaan
asuransi.
Asuransi dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD)
Definisi Asuransi menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), tentang asuransi atau pertanggungan
seumurnya, Bab 9, Pasal 246:[2]
"Asuransi atau Pertanggungan
adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada
seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak
tertentu.” ǍǍ
Penanggung menggunakan ilmu
aktuaria
Penanggung menggunakan ilmu
aktuaria untuk menghitung risiko yang mereka perkirakan. Ilmu
aktuaria menggunakan matematika, terutama statistika dan probabilitas, yang dapat digunakan untuk
melindungi risiko untuk memperkirakan klaim di kemudian hari dengan ketepatan
yang dapat diandalkan.
Contohnya, banyak orang membeli
kebijakan asuransi kepemilikan rumah dan kemudian mereka membayar premi kepada
perusahaan asuransi. Bila kehilangan yang dilindungi terjadi, penanggung harus
membayar klaim. Bagi beberapa tertanggung, keuntungan asuransi yang mereka
terima jauh lebih besar dari uang yang mereka telah bayarkan kepada penanggung.
Lainnya mungkin tidak membuat klaim. Kalau dirata-ratakan dari seluruh
kebijakan yang dijual, total klaim yang dibayar keluar lebih rendah dibanding
total premi yang dibayar kepada tertanggung, dengan perbedaannya adalah biaya
dan keuntungan.
keuntungan perusahaan asuransi
Perusahaan asuransi juga mendapatkan
keuntungan investasi. Ini diperoleh dari investasi premi
yang diterima sampai mereka harus membayar klaim. Uang ini disebut
"float". Penanggung bisa mendapatkan keuntungan atau kerugian dari
harga perubahan float dan juga suku bunga atau deviden di float. Di Amerika Serikat, kehilangan properti dan kematian yang tercatat oleh perusahaan asuransi
adalah US$142,3 milyar dalam waktu lima tahun yang berakhir pada 2003. Tetapi
keuntungan total di periode yang sama adalah US$68,4 milyar, sebagai hasil dari
float.
Prinsip dasar asuransi
Dalam dunia asuransi ada 6 macam
prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu :
*Insurable interest Hak untuk mengasuransikan, yang
timbul dari suatu hubungan keuangan, antara tertanggung dengan yang
diasuransikan dan diakui secara hukum.
*Utmost good faith Suatu tindakan untuk mengungkapkan
secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material (material fact) mengenai
sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya
adalah : si penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala
sesuatu tentang luasnya syarat/kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga
harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas obyek atau kepentingan yang
dipertanggungkan.
*Proximate cause Suatu penyebab aktif, efisien yang
menimbulkan rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya
intervensi suatu yang mulai dan secara aktif dari sumber yang baru dan
independen.
*Indemnity Suatu mekanisme dimana penanggung
menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam
posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal
252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278).
*Subrogation Pengalihan hak tuntut dari tertanggung
kepada penanggung setelah klaim dibayar.
*Contribution Hak penanggung untuk mengajak
penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama
kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity.
Penolakan asuransi
Beberapa orang menganggap asuransi
sebagai suatu bentuk taruhan yang berlaku selama periode kebijakan.
Perusahaan asuransi bertaruh bahwa properti pembeli tidak akan hilang ketika
pembeli membayarkan uangnya. Perbedaan di biaya yang dibayar kepada perusahaan
asuransi melawan dengan jumlah yang dapat mereka terima bila kecelakaan terjadi hampir sama dengan bila
seseorang bertaruh di balap kuda (misalnya, 10
banding 1). Karena alasan ini, beberapa kelompok agama termasuk Amish
menghindari asuransi dan bergantung kepada dukungan yang diterima oleh komunitas mereka ketika bencana terjadi. Di komunitas yang hubungan erat
dan mendukung di mana orang-orangnya dapat saling membantu untuk membangun
kembali properti yang hilang, rencana ini dapat bekerja. Kebanyakan masyarakat tidak dapat secara efektif mendukung
sistem seperti di atas dan sistem ini tidak akan bekerja untuk risiko besar.
Tentang Banten
DAFTAR ISI Halaman
BAB
I Kita kenalan yuk…
1.1
Map
of Banten lama………………………………………………………………………………… 8
1.2
Berdirinya
kota Banten………………………………………………………………….……
9 - 10
1.3
Museum
situs kepurbakalaan Banten…………………………………………………. 10 - 11
1.4
Masjid
Agung………………………………………………………………………… 11
1.5
Makam-
Makam Bersejarah……………………………………………………………………..
12
Bab II Potret lebih dalam
2.1 Menara
Banten……………………………………………………………………………………. 12
2.2 Puncak kejayaan kerajaan Banten…………………………………………………………… 13
2.3 Perang Saudara………………………………………………………………………………. 13 - 14
2.4 Penurunan……………………………………………………………………………………… 14
2.5 Penghapusan kesultanan……………………………………………………………………….. 14
Bab III Kisah Terunik
3.1 Agama………………………………………………………………………………………………….. 15
3.2 Kependukdukan………………………………………………………………………………………. 16
3.3 Perekonomian………………………………………………………………………………………… 16
3.4 Pemerintahan………………………………………………………………………………………. 16 – 17
3.5 Daftar Penguasa
Banten…………………………………………………………………………… 17 -
18
3.6 Warisan
Sejarah……………………………………………………………………………………
18
3.7 Keraton
Banten………………………………………………….............................................. 18
Bab IV: Wisata Banten Lama
4.1 Tasik Ardi…………………………………………………………………………………….. 19 – 20
4.2 Pasar Lama……………………………………………………………………………………. 20
4.3 Istana Kaibon………………………………………………………………………………….. 20 - 21
4.4 Masjid Pecinan Tinggi ………………………………………………………………………. 21 - 23
4.5 Vihara
Avalokitesvara………………………………………………………………………… 23 - 24
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Banten
memang kaya peninggalan sejarah dari zaman megalitik sampai penjajah Jepang,
meskipun bila kita ke sana saat ini banyak prasarana umum yang tertinggal.
Ragam peninggalan di sana mencerminkan tingginya peradaban nenek moyang,
luasnya pergaulan orang Banten sampai di tingkat internasional dengan rasa
toleransi begitu tinggi antaretnis dan agama saat itu.
Banten bukan hanya sosok Sultan Ageng Tirtayasa atau Jendral Daendels yang memaksa rakyat mengerjakan pembangunan jalan 1.000 kilometer dari Anyer hingga ke Panarukan di Jawa Timur. Ia lebih dari itu. Banten tua memiliki kekayaan ilmu pengetahuan yang mengagumkan, menjadi sumber sejarah tak habis-habisnya untuk dikupas sebab wilayah itu berhubungan erat dengan wilayah Jawa bagian tengah dan barat yang pada masa lalu dikenal lewat Kerajaan Demak (Jawa Tengah), Pajajaran (Jawa Barat), atau Bogor dengan Kerajaan Pakuan.
Peninggalan Sejarah dan Purbakala (PSP) Banten yang berada di Kawasan Keraton Banten . Diantaranya Keraton Surosowan. Kawasan seluas empat hektar yang dikelilingi benteng setinggi dua meter itu menyisakan bekas bangunan, seperti pintu gerbang keraton berbentuk bulat, kolam pemandian, hingga sistem saluran air dalam keraton.
Banten bukan hanya sosok Sultan Ageng Tirtayasa atau Jendral Daendels yang memaksa rakyat mengerjakan pembangunan jalan 1.000 kilometer dari Anyer hingga ke Panarukan di Jawa Timur. Ia lebih dari itu. Banten tua memiliki kekayaan ilmu pengetahuan yang mengagumkan, menjadi sumber sejarah tak habis-habisnya untuk dikupas sebab wilayah itu berhubungan erat dengan wilayah Jawa bagian tengah dan barat yang pada masa lalu dikenal lewat Kerajaan Demak (Jawa Tengah), Pajajaran (Jawa Barat), atau Bogor dengan Kerajaan Pakuan.
Peninggalan Sejarah dan Purbakala (PSP) Banten yang berada di Kawasan Keraton Banten . Diantaranya Keraton Surosowan. Kawasan seluas empat hektar yang dikelilingi benteng setinggi dua meter itu menyisakan bekas bangunan, seperti pintu gerbang keraton berbentuk bulat, kolam pemandian, hingga sistem saluran air dalam keraton.
Keindahan istana akan nampak terlihat jika mata kita alihkan kesatu objek. Tiga tangga istana yang berbentuk setengah lingkaran dari batu bata dan pemandian Roro Denok yang sampai sekarang masih mengeluarkan air menjadi bukti keindahan Keraton Surasowan.
Kemajuan peradaban juga bisa disaksikan dari sisa bangunan di sana. Pada tahun 1552, ketika keraton itu mulai dibangun, nenek moyang kita ternyata sudah mengembangkan teknologi penyaringan air bersih. Pada bagian belakang istana-jika bagian depan istana diasumsikan bangunan yang ada tangganya-terdapat saluran air. Di depannya ada enam keran (dulu terbuat dari besi berwarna kuning sehingga tempat itu disebut Pancuran Emas) untuk mengambil air bersih yang sudah disaring.
Air bersih bersumber dari mata air Tasik Ardi, berjarak sekitar 2,5 kilometer dari Keraton Surasowan. Sebelum digunakan untuk minum, air itu harus melalui tiga penyaringan (peninggilan). Sumber air Tasik Kardi hingga kini masih tetap asri dan menjadi salah satu tempat wisata dalam kawasan Banten
Lama, walau debit air yang dikeluarkan jauh
lebih kecil. Sementara, pipa saluran air menuju keraton tetap terpelihara baik
walau sebagian tertutup tanah dan jalan.
Di dalam wilayah eks Karesidenan Banten (sejak tahun 2000 menjadi provinsi sendiri, pisah dari Provinsi Jabar) itu ada beberapa kawasan situs dan peninggalan sejarah. Ada Banten Girang yang menyimpan situs zaman megalitik, ada Banten Lama di mana terdapat bekas Keraton Surasowan, Keraton Kaibon, Vihara Avalokitesvara, bekas benteng Speelwijk yang dibangun VOC Belanda, terletak 10 km arah utara Kota Serang.
Di Kota Serang sendiri ada beberapa gedung yang masuk kategori cagar budaya yang kresidenan. Perubahannya tak bisa dilakukan sembarangan. Setidaknya di sana ada empat gedung bersejarah. Gedung negara (kini kantor Gubenur Banten), dulu kantor Residen Banten yang dibangun pada tahun 1800-an, gedung Joang (kini tempat organisasi massa berkantor), bekas sekolah Mulo (kini Polres Serang), dan bekas markas marsose Belanda dibangun pada tahun 1900-an (kini menjadi markas Korem 064 Maulana Yusuf Banten).
Kondisi gedung-gedung itu relatif masih bagus. Akan tetapi, penjara serta bangunan lain yang menjadi asrama polisi harus dirawat dan dibersihkan. Penjara empat pintu yang umurnya diperkirakan satu abad tersebut kini menjadi rumah tahanan Polres Serang.
Sekelumit pertanyaan tentang, bagaimana persisnya sejarah kerajaan di Banten sejak abad ke-16 sampai abad ke-19, sampai sekarang belum terpecahkan. sosok sejarah Banten hingga saat ini belum terwujud utuh. Penggalan yang dikaji para ahli arkeologi baru mata rantai yang terputus-putus. Walau demikian, hasil penelitian tersebut menjadi bukti Banten memiliki nilai sejarah. Bukti keberadaan Kerajaan Banten antara lain terdapat pada naskah kuno Pangeran Wangsakerta Cirebon abad ke-17 Masehi.
Di dalam wilayah eks Karesidenan Banten (sejak tahun 2000 menjadi provinsi sendiri, pisah dari Provinsi Jabar) itu ada beberapa kawasan situs dan peninggalan sejarah. Ada Banten Girang yang menyimpan situs zaman megalitik, ada Banten Lama di mana terdapat bekas Keraton Surasowan, Keraton Kaibon, Vihara Avalokitesvara, bekas benteng Speelwijk yang dibangun VOC Belanda, terletak 10 km arah utara Kota Serang.
Di Kota Serang sendiri ada beberapa gedung yang masuk kategori cagar budaya yang kresidenan. Perubahannya tak bisa dilakukan sembarangan. Setidaknya di sana ada empat gedung bersejarah. Gedung negara (kini kantor Gubenur Banten), dulu kantor Residen Banten yang dibangun pada tahun 1800-an, gedung Joang (kini tempat organisasi massa berkantor), bekas sekolah Mulo (kini Polres Serang), dan bekas markas marsose Belanda dibangun pada tahun 1900-an (kini menjadi markas Korem 064 Maulana Yusuf Banten).
Kondisi gedung-gedung itu relatif masih bagus. Akan tetapi, penjara serta bangunan lain yang menjadi asrama polisi harus dirawat dan dibersihkan. Penjara empat pintu yang umurnya diperkirakan satu abad tersebut kini menjadi rumah tahanan Polres Serang.
Sekelumit pertanyaan tentang, bagaimana persisnya sejarah kerajaan di Banten sejak abad ke-16 sampai abad ke-19, sampai sekarang belum terpecahkan. sosok sejarah Banten hingga saat ini belum terwujud utuh. Penggalan yang dikaji para ahli arkeologi baru mata rantai yang terputus-putus. Walau demikian, hasil penelitian tersebut menjadi bukti Banten memiliki nilai sejarah. Bukti keberadaan Kerajaan Banten antara lain terdapat pada naskah kuno Pangeran Wangsakerta Cirebon abad ke-17 Masehi.
SEPERTI
apakah kejayaan Banten masa silam? Silakan saudarasekalian menyaksikan Museum
Banten Lama, depan bekas Keraton Surasowan yang dikelola Kantor Peninggalan
Sejarah dan Purbakala Banten. Di sana terdapat lukisan dua duta besar Keraton
Banten yang dikirim ke Inggris pada tahun 1682. Dua utusan diplomatik itu
adalah Kiai Ngabehi Wira Pradja dan Kiai Abi Yahya Sendana.
Archaeological Remains of Banten Lama yang dibuat Pusat Penelitian Arkeologi Nasionalkaranghantu. Tahun 1984 menyatakan, sejarah Banten terutama terjadi pada abad ke-16 ke atas. Antara abad ke-12 sampai ke-15 Banten sudah dikenal sebagai pelabuhan untuk Pemerintah Inggris di Sunda. Pertumbuhan wilayah itu maju pesat. Bandar yang berjarak hanya sekitar dua kilometer dari pusat Pemerintahan Banten Lama disinggahi pedagang dari Gujarat (India), Tionghoa, Melayu, Portugal, dan Belanda.
Waktu itu, arus barang keluar-masuk pelabuhan sangat lancar sehingga perekonomian Banten maju pesat. Pada zaman pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten dikenal sebagai eksportir lada. Produk rempah-rempah mengundang banyak pedagang dari berbagai negara datang lalu tinggal di sana. Tak aneh bila di kawasan itu berdiri bangunan berusia di atas 100 tahun seperti vihara, mesjid Lama Banten, serta bekas kampung Arab, India, dan Cina.
Masih banyak hal bisa digali dari Banten. Oleh karena itu, disini penulis akan berusaha memaparkan sejarah dari banten lama hingga menjadi banten yang terkenal seperti sekarang ini di seluruh pelosok tanah air Indonesia.
Archaeological Remains of Banten Lama yang dibuat Pusat Penelitian Arkeologi Nasionalkaranghantu. Tahun 1984 menyatakan, sejarah Banten terutama terjadi pada abad ke-16 ke atas. Antara abad ke-12 sampai ke-15 Banten sudah dikenal sebagai pelabuhan untuk Pemerintah Inggris di Sunda. Pertumbuhan wilayah itu maju pesat. Bandar yang berjarak hanya sekitar dua kilometer dari pusat Pemerintahan Banten Lama disinggahi pedagang dari Gujarat (India), Tionghoa, Melayu, Portugal, dan Belanda.
Waktu itu, arus barang keluar-masuk pelabuhan sangat lancar sehingga perekonomian Banten maju pesat. Pada zaman pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten dikenal sebagai eksportir lada. Produk rempah-rempah mengundang banyak pedagang dari berbagai negara datang lalu tinggal di sana. Tak aneh bila di kawasan itu berdiri bangunan berusia di atas 100 tahun seperti vihara, mesjid Lama Banten, serta bekas kampung Arab, India, dan Cina.
Masih banyak hal bisa digali dari Banten. Oleh karena itu, disini penulis akan berusaha memaparkan sejarah dari banten lama hingga menjadi banten yang terkenal seperti sekarang ini di seluruh pelosok tanah air Indonesia.
created by Suryanawati
1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah: untuk
mengenang kembali sejarah banten lama dan mengajak teman-teman untuk selalu
melestarikan budaya banten.
1.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam pembuatan makalah adalah:
1.
Sejarah berdirinya kota Banten
2.
Sejarah kesultanan Banten Lama
3.
Objek Wisat
II.1 Berdirinya Kota Banten
Masih penasaran kan?,hayuk kita
mulai membaca
Tentang tarikh berdirinya Kasultanan Banten di
Surosowan ini dituliskan sebagai berikut
: ‘’Inkang kalang Banten nagari sadengnyan haro hara ikang nunaya jeng
sisa Sabakingkin anak ira susuhan
jatipurba lawan pra saparisharanya teka wong muslim pra sinya sira, wiweha
kahanan ika wadya Demak ian Charbon tekata prahwa nira mandeg ing labuhan
Banten nagari, irika tang ayuddha mwang anggepuk wadya bala budha-prawa.
Bopatya Banten nagari lawan sapari charyanya lumayu menjing wanantara paranira
mangidul ngetan ringkitha-gung Pakuan
Pajajaran, witan ikang pramatya Banten nagari. Ri huwuws ika binu patyakna ta sira sabakingkin Banten nagari lawan
nawastwan ngaran Hasanudin deng rama
nira Susuhunan Jatipurba kang lungguh raja paditha atahwa sang Kamastwing sarat Sunda, kang tamolah ing puserbumi
nargari ya ta Charbon, kithaya sinebut Garage (Purwaka Caruban Nagari, pupuh
162-168)
Artinya
(162)
Pada
waktu itu di Banten sedang timbul huru-hara yang disebabkan oleh pangeran
Sabakingkin, putra Susuhunan Jatipurba dengan para pengikutnya. (163) Orang-orang muslim dan para
muridnya, bertambah-tambah dengan kedatangan angkatan bersenjata Demak dan
Cirebon yang telah berlabuh di pelabuhan Banten, kemudian menyerang dan memukul
(164) angkatan bersenjata
Budha-prawa. Adipati Banten dan para pengikutnya melarikan diri masuk hutan
belantara menuju ke arah tenggara ke kota besar Pakuan Pajajaran. (165)
Setelah itu dinobatkanlah
Pangeran Sabakingkin di negeri Banten dengan gelar (168) Pangeran
Hasnudin oleh ayahnya dipertuan bagi seluruh daerah Sunda, yang berpusat di
puserbumi yaitu negeri Cirebon atau Garage (Atja, 1972: 57-58)
Banten sebagai nama suatu
wilayah sudah dikenal dan diperkenalkan sejak abad ke 14. Mula-mula
Banten merupakan pelabuhan yang sangat ramai disinggahi kapal dan dikunjungi
pedagang dari berbagai wilayah hingga orang Eropa yang kemudian menjajah bangsa
ini. Pada tahun 1330 orang sudah mengenal sebuah negara yang saat itu
disebut Panten, yang kemudian wilayah ini dikuasai oleh Majapahit di bawah
Mahapatih Gajah Mada dan Raja Hayam Wuruk. Pada masa-masa itu Kerajaan
Majapahit dan Kerajaan Demak merupakan dua kekuatan terbesar di
Nusantara. Tahun 1525 para
pedagang Islam berdatangan ke Banten dan saat itulah dimulai penyebaran agama
Isalm di Banten. Sekitar dua abad kemudian berdiri Kadipaten Banten di
Surasowan pada 8 Oktober 1526. 1570 Maulana Hasanudin Panembahan
Surosowan menjadi Sultan Banten pertama. Sejak itu dimulailah pemerintahan
kesultanan di Banten yang diakhiri oleh Sultan Muhammad Rafiuddin merupakan
sultan ke dua puluh setelah sultan dan rakyat masa sebelumnya berperang melawan
penjajah. Namun demikian perjuangan rakyat Banten terus berlanjut hingga
detik terakhir kaki penjajah berada di bumi Banten.
Setelah memasuki masa kemerdekaan muncul
keinginan rakyat Banten untuk membentuk sebuah provinsi. Niatan tersebut
pertama kali mencuat di tahun 1953 yang kemudian pada 1963 terbentuk Panitia
Provinsi Banten di Pendopo Kabupaten Serang. Dalam pertemuan antara
Panitia Provinsi Banten dengan DPR-GR sepakat untuk memperjuangkan terbentuknya
Provinsi Banten. Pada tanggal 25 Oktober 1970 Sidang Pleno Musyawarah
Besar Banten mengesahkan Presidium Panitia Pusat Provinsi Banten. Namun
ternyata perjuangan untuk membentuk Provinsi Banten dan terpisah dari Jawa
Barat tidaklah mudah dan cepat. Selama masa Orde Baru kenginan tersebut
belum bisa direalisir.
Pada Orde Reformasi
perjuangan masyarakat Banten semakin gigih karena mulai terasa semilirnya angin
demokrasi dan isu tentang otonomi daerah. Pada 18 Juli 1999 diadakan
Deklarasi Rakyat Banten di Alun-alun Serang yang kemudian Badan Pekerja Komite
Panitia Provinsi Banten menyusun Pedoman Dasar serta Rencana Kerja dan
Rekomendasi Komite Pembentukan Provinsi Banten (PPB). Sejak itu mulai
terbentuk Sub-sub Komite PPB di berbagai wilayah di Banten untuk memperkokoh
dukungan terbentuknya Provinsi Banten. Setelah melalui perjuangan panjang
dan melelahkan akhirnya pada 4 Oktober 2000 Rapat Paripurna DPR-RI mengesahkan
RUU Provinsi Banten menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Provinsi Banten. Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2000 Presiden
Abdurrahman Wahid mengesahkan UU No. 23 Tahun 2000 tentang PPB.
Situs Purbakala
Banten
Banten
yang memiliki kekayaan budaya beraneka ragam tentunya membutuhkan tempat
penyimpanan peninggalan-peninggalan tersebut di tempat yang aman dan bisa
dilihat oleh generasi mendatang.
Maka
dibangunlah Museum Situs Banten Lama dengan luas sekitar 10.000 meter persegi
dengan luas bangunan 778 meter persegi. Museum ini diresmikan pada tanggal 15
Juli 1985 oleh Dirjen Kebudayaan Bapak Prof. Dr. Haryati Subadio.
Meriam Ki Amuk
Kawan
, Yang cukup menarik adalah meriam Ki Amuk yang terletak di depan museum.
Meriam ini dulunya terletak di Karangantu, namun kemudian dipindahkan. Pada
meriam tersebut terdapat tiga buah Prasasti berbentuk lingkaran dengan huruf
dan bahasa Arab. Prasasti tersebut berbunyi : “ akibatul khairi, salamatul
imani”. Menurut K.C. Cruck kalimat ini merupakan candra sangkala ( penanggalan
) yang mempunyai arti tahun 1450 saka atayu 1628/1629 Masehi. Meriam ini
terbuat dari tembaga dengan panjang sekitar 2,5 meter. Meriam ini merupakan
hasil rampasan dari tentara Portugis yang kalah perang.
Menarik
sekali memang ketika berkunjung ke museum purbakala ini, selain melihat
berbagai benda yang mempunyai nilai budaya tinggi, kita juga bisa belajar
kearifan kehidupan di masa Kesultanan Banten yang nilai-nilainya masih kita
bisa terapkan sampai sekarang, “kerukunan, persahabatan dengan tetap mempunyai
barisan tentara yang kuat. Sangat disayangkan kawan, saat kami melakukan
observasi di sekitar museum menurut salah seorang penjaganya berkata bahwa
penjelasan-penjelasan mengenai benda-benda purbakala telah dipalsukan beberapa
pihak oleh karena itu museum ini sering
ditutup. (sabaaar !) hehehe J
MASJID AGUNG
Masjid Agung Banten adalah salah satu masjid
tertua di Indonesia yang penuh
dengan nilai sejarah. Setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi
para peziarah
yang datang tidak hanya dari Banten
dan Jawa
Barat, tapi juga dari berbagai daerah di Pulau
Jawa.Masjid Agung Banten terletak di Kompleks bangunan masjid di Desa Banten Lama, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama dari Kasultanan Demak. Ia adalah putra pertama dari Sunan Gunung Jati.
Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda China yang juga merupakan karya arsitektur Cina yang bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.
Di masjid ini juga terdapat komplek pemakaman sultan-sultan Banten serta keluarganya. Yaitu makam Sultan Maulana Hasanuddin dan istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nasir Abdul Qohhar. Sementara di sisi utara serambi selatan terdapat makam Sultan Maulana Muhammad dan Sultan Zainul Abidin, dan lainnya.
Masjid Agung Banten juga memiliki paviliun tambahan yang terletak di sisi selatan bangunan inti Masjid ini. Paviliun dua lantai ini dinamakan Tiyamah. Berbentuk persegi panjang dengan gaya arsitektur Belanda kuno. Bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama Hendick Lucasz Cardeel. Biasanya, acara-acara seperti rapat dan kajian Islami dilakukan di sini.
Menara yang menjadi ciri khas sebuah masjid juga dimiliki Masjid Agung Banten yang terletak di sebelah timur masjid, menara ini terbuat dari batu bata dengan ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter bagian bawahnya kurang lebih 10 meter. Untuk mencapai ujung menara, ada 83 buah anak tangga yang harus ditapaki dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu orang. Pemandangan di sekitar masjid dan perairan lepas pantai dapat terlihat di atas menara, karena jarak antara menara dengan laut yang hanya sekitar 1,5 km.
Dahulu, selain digunakan sebagai tempat mengumandangkan adzan, menara yang juga dibuat oleh Hendick Lucasz Cardeel ini digunakan sebagai tempat menyimpan senjata.
Makam-makam bersejarah
Makam
Sultan Syarif Hassan Ad-Da'i Ilaa Dinnil Islam (Hassan Addin/ Hasanuddin) bin
Sultan Syarif Hidayatullah Cirebon dan keturunanya didalam qubah ini terdapat
beberapa makam diantaranya :
1. Sultan Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I)
2. Sultan Maulana Muhammad Nashiruddin (Sultan Banten III)
3. Sultan Abdul Fatah Ageng Tirtayasa (Sultan Banten VI)
1. Sultan Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I)
2. Sultan Maulana Muhammad Nashiruddin (Sultan Banten III)
3. Sultan Abdul Fatah Ageng Tirtayasa (Sultan Banten VI)
Bab 2 (Potret lebih
dalam)
Menara Banten
Disebelah timur Masjid Agung
Banten terdapat menara yang besar dan monumental serta tergolong unik
dikarenakan belum pernah ada bentuk menara seperti itu di Jawa, bahkan di
seluruh Nusantara. Sebab menara bukanlah ciri khas atau tradisi yang melengkapi
masjid di Jawa pada masa awal kedatangannya, maka Masjid Agung Banten termasuk
diantara masjid yang mula-mula menggunakan unsur menara di pulau Jawa.
Menara berkonstruksi batu bata yang berdiri
dengan ketinggian +/- 30 meter dengan diameter bagian pangkalnya +/- 10 meter
ini, menurut Babad Banten, dibangun sejak masa pemerintahan Maulana Yusuf oleh
arsitek asal Mongol, Cek BanCut. Kapan menara ini didirikan tidak diketahui
dengan pasti. Di dalam “Jaurnal van de Reyse” (DeEerte Schipvaart der
Nederlanders naar Oost Indie onder Cornellis de Houtman, 1595–1597), terdapat
sebuah peta Banten yang memperlihatkan adanya menara tersebut, sedangkan di
dalam sejarah Banten antara lain disebutkan bahwa: “Kanjeng Maulana (Hasanuddin)
adarbe putra satunggal lanang jeneng putra mangke nuli den wastanne Maulana
Yusuf ingkang puniko jeneng Yusuf sampung gung ikeng putra pan sampan adarbe
rayi nalika iku waktu ning wangun munare”. Berdasarkan atas informasi tersebut
K.C. Crucq berpendapat bahwa menara Masjid Agung Banten sudah ada sebelum tahun
1596/1570, dan berdasarkan tinjauan seni bangunan dan hiasannya ia
berkesimpulan bahwa menara tersebut didirikan pada pertengahan abad ke XVI,
yaitu antara tahun 1560–1570. Di bagian dalam menara tersebut terdapat sebuah
tangga untuk menuju bagian atas. Tangga tersebut melingkari menara pada bagian
tepi dalamnya, dengan lorong sempit yang hanya cukup dilewati oleh satu orang
saja. Bahkan bila orang yang memiliki ukuran tubuh yang besar/gemuk, bisa
dipastikan tidak akan bisa melewati lorong yang sempit itu. Dari bagian atas
menara dapat melihat pemandangan disekitar masjid termasuk lautan lepas dengan
perahu-perahu nelayannya. Jarak antara menara dengan pantai tidaklah jauh yakni
kurang lebih 1,5 km, sehingga cukup jelas untuk memantau kesibukan di perairan
laut banten.
Puncak
Kejayaan Kesultanan Banten
Kesultanan
Banten merupakan kerajaan maritim dan mengandalkan perdagangan dalam
menopang perekonomiannya. Monopoli atas
perdagangan lada di Lampung,
menempatkan penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang perantara dan
Kesultanan Banten berkembang pesat, menjadi salah satu pusat niaga yang penting
pada masa itu. Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara, Banten menjadi
kawasan multi-etnis. Dibantu orang Inggris, Denmark dan Tionghoa, Banten
berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina dan Jepang.
Masa Sultan
Ageng Tirtayasa
(bertahta 1651-1682) dipandang sebagai masa kejayaan Banten. Di bawah dia,
Banten memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa bekerja
pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan jalur pelayarannya Banten juga
mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan
Tanjungpura (Kalimantan Barat sekarang) dan menaklukkannya
tahun 1661. Pada masa ini Banten juga berusaha keluar dari
tekanan yang dilakukan VOC, yang sebelumnya telah melakukan blokade atas kapal-kapal dagang menuju Banten.
Perang
Saudara
Sekitar tahun 1680
muncul perselisihan dalam Kesultanan Banten, akibat perebutan kekuasaan dan
pertentangan antara Sultan Ageng dengan putranya Sultan Haji. Perpecahan ini dimanfaatkan
oleh Vereenigde
Oostindische Compagnie
(VOC) yang memberikan dukungan kepada Sultan Haji, sehingga perang saudara
tidak dapat dielakkan. Sementara dalam memperkuat posisinya, Sultan Haji atau Sultan
Abu Nashar Abdul Qahar
juga sempat mengirimkan 2 orang utusannya, menemui Raja Inggris di London tahun 1682 untuk mendapatkan dukungan serta bantuan
persenjataan. Dalam perang ini Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya dan
pindah ke kawasan yang disebut dengan Tirtayasa, namun pada 28 Desember 1682 kawasan ini juga dikuasai oleh Sultan Haji
bersama VOC. Sultan Ageng bersama putranya yang lain Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf dari Makasar mundur ke arah selatan pedalaman Sunda. Namun
pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng tertangkap kemudian ditahan di
Batavia.Sementara VOC terus mengejar dan mematahkan perlawanan pengikut Sultan Ageng yang masih berada dalam pimpinan Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf. Pada 5 Mei 1683, VOC mengirim Untung Surapati yang berpangkat letnan beserta pasukan Balinya, bergabung dengan pasukan pimpinan Letnan Johannes Maurits van Happel menundukkan kawasan Pamotan dan Dayeuh Luhur, di mana pada 14 Desember 1683 mereka berhasil menawan Syekh Yusuf. Sementara setelah terdesak akhirnya Pangeran Purbaya menyatakan menyerahkan diri. Kemudian Untung Surapati disuruh oleh Kapten Johan Ruisj untuk menjemput Pangeran Purbaya, dan dalam perjalanan membawa Pangeran Purbaya ke Batavia, mereka berjumpa dengan pasukan VOC yang dipimpin oleh Willem Kuffeler, namun terjadi pertikaian di antara mereka, puncaknya pada 28 Januari 1684, pos pasukan Willem Kuffeler dihancurkan, dan berikutnya Untung Surapati beserta pengikutnya menjadi buronan VOC. Sedangkan Pangeran Purbaya sendiri baru pada 7 Februari 1684 sampai di Batavia.
Penurunan
Bantuan dan dukungan
VOC kepada Sultan Haji mesti dibayar dengan memberikan kompensasi kepada VOC di
antaranya pada 12
Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC, seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada
Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat itu
kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli
perdagangan lada di Lampung. Selain itu berdasarkan perjanjian tanggal 17 April 1684, Sultan Haji juga mesti mengganti kerugian akibat
perang tersebut kepada VOC. Setelah meninggalnya Sultan Haji tahun 1687, VOC mulai mencengkramkan pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia-Belanda di Batavia. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya diangkat mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar tiga tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten.
Perang saudara yang berlangsung di Banten meninggalkan ketidakstabilan pemerintahan masa berikutnya. Konfik antara keturunan penguasa Banten maupun gejolak ketidakpuasan masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC dalam urusan Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak pada masa akhir pemerintahan Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di antaranya perlawanan Ratu Bagus Buang dan Kyai Tapa. Akibat konflik yang berkepanjangan Sultan Banten kembali meminta bantuan VOC dalam meredam beberapa perlawanan rakyatnya sehingga sejak 1752 Banten telah menjadi vassal dari VOC.
Pengahapusan
Kesultanan
Pada
tahun 1808 Herman
Willem Daendels,
Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1808-1810, memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos untuk
mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris. Daendels memerintahkan Sultan
Banten untuk memindahkan ibu kotanya ke Anyer dan
menyediakan tenaga kerja untuk membangun pelabuhan yang direncanakan akan
dibangun di Ujung
Kulon.
Sultan menolak perintah Daendels, sebagai jawabannya Daendels memerintahkan
penyerangan atas Banten dan penghancuran Istana Surosowan. Sultan beserta
keluarganya disekap di Puri Intan (Istana Surosowan) dan kemudian dipenjarakan
di Benteng Speelwijk. Sultan Abul
Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin kemudian diasingkan dan dibuang ke Batavia. Pada 22
November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang bahwa wilayah
Kesultanan Banten telah diserap ke dalam wilayah Hindia Belanda.
Kesultanan Banten
resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin
Zainussalihin
dilucuti dan dipaksa turun tahta oleh Thomas
Stamford Raffles.
Peristiwa ini merupakan pukulan pamungkas yang mengakhiri riwayat Kesultanan
Banten.
Reruntuhan Keraton
Kaibon, bekas istana kediaman Ibu Suri Sultan Banten.
Agama
Berdasarkan data
arkeologis, masa awal masyarakat Banten dipengaruhi oleh beberapa kerajaan yang
membawa keyakinan Hindu-Budha, seperti Tarumanagara, Sriwijaya dan Kerajaan Sunda.Dalam Babad Banten menceritakan bagaimana Sunan Gunung Jati bersama Maulana Hasanuddin, melakukan penyebaran agama Islam secara intensif kepada penguasa Banten Girang beserta penduduknya. Beberapa cerita mistis juga mengiringi proses islamisasi di Banten, termasuk ketika pada masa Maulana Yusuf mulai menyebarkan dakwah kepada penduduk pedalaman Sunda, yang ditandai dengan penaklukan Pakuan Pajajaran.
Islam menjadi pilar pendirian Kesultanan Banten, Sultan Banten dirujuk memiliki silsilah sampai kepada Nabi Muhammad, dan menempatkan para ulama memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakatnya, seiring itu tarekat maupun tasawuf juga berkembang di Banten. Sementara budaya masyarakat menyerap Islam sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Beberapa tradisi yang ada dipengaruhi oleh perkembangan Islam di masyarakat, seperti terlihat pada kesenian bela diri Debus.
Kadi memainkan peranan penting dalam pemerintahan Kesultanan Banten, selain bertanggungjawab dalam penyelesaian sengketa rakyat di pengadilan agama, juga dalam penegakan hukum Islam seperti hudud.
Toleransi umat beragama di Banten, berkembang dengan baik. Walau didominasi oleh muslim, namun komunitas tertentu diperkenankan membangun sarana peribadatan mereka, di mana sekitar tahun 1673 telah berdiri beberapa klenteng pada kawasan sekitar pelabuhan Banten.
Kependudukan
Kemajuan Kesultanan Banten ditopang oleh jumlah penduduk yang banyak serta multi-etnis. Mulai dari Jawa, Sunda dan Melayu. Sementara kelompok etnis nusantara lain dengan jumlah signifikan antara lain Makasar, Bugis dan Bali.
Dari beberapa sumber Eropa disebutkan sekitar tahun 1672, di Banten diperkirakan terdapat antara 100 000 sampai 200 000 orang lelaki yang siap untuk berperang, sumber lain menyebutkan, bahwa di Banten dapat direkrut sebanyak 10 000 orang yang siap memanggul senjata. Namun dari sumber yang paling dapat diandalkan, pada Dagh Register-(16.1.1673) menyebutkan dari sensus yang dilakukan VOC pada tahun 1673, diperkirakan penduduk di kota Banten yang mampu menggunakan tombak atau senapan berjumlah sekita 55 000 orang. Jika keseluruhan penduduk dihitung, apa pun kewarganegaraan mereka, diperkirakan berjumlah sekitar 150 000 penduduk, termasuk perempuan, anak-anak, dan lansia.
Sekitar tahun 1676 ribuan masyarakat Cina mencari suaka dan bekerja di Banten. Gelombang migrasi ini akibat berkecamuknya perang di Fujian serta pada kawasan Cina Selatan lainnya. Masyarakat ini umumnya membangun pemukiman sekitar pinggiran pantai dan sungai serta memiliki proporsi jumlah yang signifikan dibandingkan masyarakat India dan Arab. Sementara di Banten beberapa kelompok masyarakat Eropa seperti Inggris, Belanda, Perancis, Denmark dan Portugal juga telah membangun pemondokan dan gudang di sekitar Ci Banten.
Perekonomian
Dalam meletakan dasar
pembangunan ekonomi Banten, selain di bidang perdagangan untuk daerah pesisir, pada
kawasan pedalaman pembukaan sawah mulai diperkenalkan. Asumsi
ini berkembang karena pada waktu itu di beberapa kawasan pedalaman seperti Lebak,
perekonomian masyarakatnya ditopang oleh kegiatan perladangan, sebagaimana penafsiran dari
naskah sanghyang
siksakanda ng karesian
yang menceritakan adanya istilah pahuma (peladang), panggerek (pemburu) dan panyadap
(penyadap). Ketiga istilah ini jelas lebih kepada sistem ladang, begitu juga
dengan nama peralatanya seperti kujang, patik, baliung,
kored dan sadap.Pada masa Sultan Ageng antara 1663 dan 1667 pekerjaan pengairan besar dilakukan untuk mengembangkan pertanian. Antara 30 dan 40 km kanal baru dibangun dengan menggunakan tenaga sebanyak 16 000 orang. Di sepanjang kanal tersebut, antara 30 dan 40 000 ribu hektar sawah baru dan ribuan hektar perkebunan kelapa ditanam. 30 000-an petani ditempatkan di atas tanah tersebut, termasuk orang Bugis dan Makasar. Perkebunan tebu, yang didatangkan saudagar Cina di tahun 1620-an, dikembangkan. Di bawah Sultan Ageng, perkembangan penduduk Banten meningkat signifikan.
Tak dapat dipungkiri sampai pada tahun 1678, Banten telah menjadi kota metropolitan, dengan jumlah penduduk dan kekayaan yang dimilikinya menjadikan Banten sebagai salah satu kota terbesar di dunia pada masa tersebut.
Pemerintahan
Setelah Banten muncul sebagai kerajaan yang mandiri, penguasanya menggunakan gelar Sultan, sementara dalam lingkaran istana terdapat gelar Pangeran Ratu, Pangeran Adipati, Pangeran Gusti, dan Pangeran Anom yang disandang oleh para pewaris. Pada pemerintahan Banten terdapat seseorang dengan gelar Mangkubumi, Kadi, Patih serta Syahbandar yang memiliki peran dalam administrasi pemerintahan. Sementara pada masyarakat Banten terdapat kelompok bangsawan yang digelari dengan tubagus (Ratu Bagus), ratu atau sayyid, dan golongan khusus lainya yang mendapat kedudukan istimewa adalah terdiri atas kaum ulama, pamong praja, serta kaum jawara.
Pusat pemerintahan Banten berada antara dua buah sungai yaitu Ci Banten dan Ci Karangantu. Di kawasan tersebut dahulunya juga didirikan pasar, alun-alun dan Istana Surosowan yang dikelilingi oleh tembok beserta parit, sementara disebelah utara dari istana dibangun Masjid Agung Banten dengan menara berbentuk mercusuar yang kemungkinan dahulunya juga berfungsi sebagai menara pengawas untuk melihat kedatangan kapal di Banten.
Berdasarkan Sejarah Banten, lokasi pasar utama di Banten berada antara Masjid Agung Banten dan Ci Banten, dan dikenal dengan nama Kapalembangan. Sementara pada kawasan alun-alun terdapat paseban yang digunakan oleh Sultan Banten sebagai tempat untuk menyampaikan maklumat kepada rakyatnya. Secara keseluruhan rancangan kota Banten berbentuk segi empat yang dpengaruhi oleh konsep Hindu-Budha atau representasi yang dikenal dengan nama mandala. Selain itu pada kawasan kota terdapat beberapa kampung yang mewakili etnis tertentu, seperti Kampung Pekojan (Persia) dan Kampung Pecinan.
Kesultanan Banten telah menerapkan cukai atas kapal-kapal yang singah ke Banten, pemungutan cukai ini dilakukan oleh Syahbandar yang berada di kawasan yang dinamakan Pabean. Salah seorang syahbandar yang terkenal pada masa Sultan Ageng bernama Syahbandar Kaytsu.
Bendera Kesultanan Banten, versi pelat Jepang tahun 1876.
Daftar Nama
Penguasa Banten
- Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin 1552 - 1570
- Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan 1570 - 1585
- Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana 1585 - 1596
- Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran Ratu 1596 - 1647
- Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1647 - 1651
- Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah 1651-1682
- Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar 1683 - 1687
- Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya 1687 - 1690
- Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin 1690 - 1733
- Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin 1733 - 1747
- Ratu Syarifah Fatimah 1747 - 1750
- Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri 1753 - 1773
- Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin 1773 - 1799
- Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1799 - 1803
- Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin 1803 - 1808
- Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1809 - 1813
Warisan sejarah
Setelah dihapuskannya Kesultanan Banten, wilayah Banten menjadi bagian dari kawasan kolonialisasi. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, tahun 1817 Banten dijadikan keresidenan, dan sejak tahun 1926 wilayah tersebut menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat. Kejayaan masa lalu Kesultanan Banten menginspirasikan masyarakatnya untuk menjadikan kawasan Banten kembali menjadi satu kawasan otonomi, reformasi pemerintahan Indonesia berperan mendorong kawasan Banten sebagai provinsi tersendiri yang kemudian ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000.Selain itu masyarakat Banten telah menjadi satu kumpulan etnik tersendiri yang diwarnai oleh perpaduan antar-etnis yang pernah ada pada masa kejayaan Kesultanan Banten, dan keberagaman ini pernah menjadikan masyarakat Banten sebagai salah satu kekuatan yang dominan di Nusantara.
Keraton Banten
Keraton Surosowan adalah sebuah keraton di Banten. Keraton ini dibangun sekitar tahun 1522-1526 pada masa pemerintahan Sultan pertama Banten, Sultan Maulana Hasanudin dan konon juga melibatkan ahli bangunan asal Belanda, yaitu Hendrik Lucasz Cardeel, seorang arsitek berkebangsaan Belanda yang memeluk Islam yang bergelar Pangeran Wiraguna . Dinding pembatas setinggi 2 meter mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektar. Surowowan mirip sebuah benteng Belanda yang kokoh dengan bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di empat sudut bangunannya. Bangunan di dalam dinding keraton tak ada lagi yang utuh. Hanya menyisakan runtuhan dinding dan pondasi kamar-kamar berdenah persegi empat yang jumlahnya puluhan.
Keraton Surosowan ini memiliki tiga gerbang masuk, masing-masing terletak di sisi utara, timur, dan selatan. Namun, pintu selatan telah ditutup dengan tembok, tidak diketahui apa sebabnya. Pada bagian tengah keraton terdapat sebuah bangunan kolam berisi air berwarna hijau, yang dipenuhi oleh ganggang dan lumut. Di keraton ini juga banyak ruang di dalam keraton yang berhubungan dengan air atau mandi-mandi (petirtaan). Salah satu yang terkenal adalah bekas kolam taman, bernama Bale Kambang Rara Denok. Ada pula pancuran untuk pemandian yang biasa disebut “pancuran mas”.
Kolam Rara Denok berbentuk persegi empat dengan panjang 30 meter dan lebar 13 meter serta kedalaman kolam 4,5 meter. Ada dua sumber air di Surosowan yaitu sumur dan Danau Tasikardi yang terletak sekitar dua kilometer dari Surosowan.
Bab
2 wisata banten lama
Danau
Tasikardi
Tak kalah menariknya
adalah Situs Danau Tasikardi. Saat ini Danau Tasikardi dijadikan obyek wisata
dan termasuk salah satu tempat bersejarah Kawasan Wisata Banten Lama yang cukup
ramai dikunjungi wisatawan, terutama pada hari libur. Sejumlah hotel telah memasukkan
kawasan wisata ini dalam paket wisatanya. Menurut sejarahnya, Danau Tasikardi merupakan tempat pemandian para puteri kerajaan. Nama Tasikardi sendiri berasal gabungan kata dari bahasa Sunda yang artinya danau buatan.
Danau ini dibuat pada masa pemerintahan Panembahan Sultan Maulana Yusuf (1570-1580 M), putra Sultan Maulana Hasanuddin, sultan pertama Kerajaan Banten.
Konon, danau yang luasnya mencapai 5 hektar bagian dasarnya dilapisi dengan ubin batu bata. Pada masa itu, danau buatan ini, dulunya merupakan tempat peristirahatan sultan-sultan Banten bersama keluarganya.
PANAMPUNG AIR
Selain itu, danau yang dikenal dengan Situ Tasikardi
berfungsi menampung air dari Sungai Cibanten untuk mengairi areal persawahan
dan memenuhi pasokan air bagi keluarga keraton dan masyarakat sekitarnya.
Air Danau Tasikardi dialirkan ke Keraton Surosowon
melalui pipa-pipa yang terbuat dari tanah liat berdiameter 2-40 sentimeter.
Sebelum air digunakan, terlebih dulu diendapkan di pengindelan abang
(penyaringan merah), pengindelan putih (penyaringan putih), dan pengindelan
emas (penyaringan emas).
Makanya, danau ini
dikenal juga sebagai pusat peradaban zaman keemasan Kesultanan Banten. Karena
waktu itu saja, seperti sudah menggunakan teknologi modern. Mengunjungi Danau Tasikardi yang konon airnya tidak pernah kering dan meluap ini terbilang istimewa. Karena dengan mengunjungi danau tersebut, berarti wisatawan telah mengunjungi situs sejarah sekaligus obyek wisata yang mempesona yang jarang ditemui di tempat lain.
ebagai situs sejarah, keberadaan danau ini adalah bukti kegemilangan peradaban Kesultanan Banten masa lalu. Untuk ukuran saat itu, membuat waduk atau danau buatan untuk mengairi areal pertanian dan memenuhi kebutuhan pasokan air bagi penduduk merupakan terobosan yang cemerlang.
TEMPAT REKREASI RAMAI
Sebagai obyek wisata sejarah, danau ini merupakan salah satu tempat rekreasi yang cukup ramai dikunjungi pelancong, terutama pada akhir pekan dan hari-hari libur lainnya.
Air danaunya yang tenang dan bergerak mengikuti hembusan angin, serta jejeran pepohonan rindang yang mengelilinginya, tepat sekali dipilih sebagai tempat rekreasi yang menyenangkan bersama keluarga, atau sekadar untuk mencari inspirasi. Nuansa agraris nan hijau yang tercermin dari hamparan luas areal persawahan yang mengitari danau, apalagi ketika memasuki musim tanam atau musim panen, kian melengkapi daya tarik kawasan ini. Wisatawan dapat menikmati keindahan Danau Tasikardi dari bawah rindangnya pepohonan, shelter-shelter, atau sambil lesehan di atas tikar yang disewakan.
Selain itu, danau ini adalah rumah bagi banyak ikan, sehingga pelancong yang suka memancing dapat menyalurkan hobinya di sini sepuas hati. Sedangkan bagi wisatawan yang ingin “menyatu” dengan kawasan danau, dapat berkemah di camping ground yang luas dan aman yang terdapat di kawasan ini.
Bila anda bosan berada di tepi danau, anda dapat mendatangi sebuah pulau yang dahulunya merupakan tempat rekreasi keluarga kesultanan. Untuk mencapai pulau seluas 44 x 44 meter persegi yang berjarak sekitar 200 meter dari bibir danau ini, wisatawan dapat menyewa perahu.
Di pulau tersebut, masih dapat dilihat sisa-sisa peninggalan Kesultanan Banten, seperti kolam penampungan air, pendopo, dan kamar mandi keluarga kesultanan.
Juga terdapat jungkit-jungkitan, semacam tempat permainan untuk anak-anak yang terbuat dari besi panjang, yang terletak di samping pendopo.
Pasar Lama
Sudah tak aneh kan dengan pasar lama? Apa lagi kehadirannya yang sangat dekat dengan kita, baca lagi yuk !
Pasar Lama terletak masih dalam kawasan Royal yaitu dari simpang Pocis menuju Kebaharan.
Seperti namanya, Pasar Lama adalah pasar yang sudah lama beroperasi, disini terdapat beberapa pertokoan yang berjejer yang bersambung sampai ke Royal dari mulai toko sepeda, toko obat, toko tekstile, Bank-Bank dan tidak lupa para pedagang kaki lima yang berjejer sepanjang jalan dan toko kue(aku sering beli cake di Aneka Swalayan).hehe
Untuk berbelanja kebutuhan pokok sekarang hanya terdapat pasar kaget yang beroperasi pada tengah malam hingga menjelang jam 9 pagi, para penjual kebutuhan pokok hanya menggelar dagangannya di pinggir jalan.
Penjual sayur, ikan, bumbu dapur, rempah-rempah, buah-buahan dapat kita temui sepanjang jalan.
Dipasar lama kondisinya belum banyak yang berubah kok kawan, Dan harganya juga masih stabil tetapi kalo yang bisa nawar tentunya sih bisa lebih murah. Tapi hati-hati ya kawan menurut Bapak Andi(seorang pedagang buah) berkata “Kewaspadaan tetap perlu diperhatikan karena akhir-akhir ini banyak sekali pengunjung yang kecopetan”.
Istana
Kaibon Banten
Istana Kaibon letaknya terpisah dari
komplek wisata Banten Lama yaitu istana Surosowan, Masjid Agung Banten dan
Museum Situs Banten Lama. Namun begitu, lokasinya tidak terlalu jauh jika
ditempuh dari komplek kota Banten Lama, hanya butuh waktu sekitar 10 menit
dengan kendaraan bermotor.Kawan tahu tidak dimana lokasinya ? semua penduduk
setempat pasti tahu dimana lokasi istana Kaibon. Mereka semua akan dengan
senang hati menunjukkan dimana istana Kaibon berada, merekan kan tidak pelit
hehe J
Kaibon sendiri mengandung makna
keibuan, karena istana ini dibangun untuk Ibunda Sultan Syarifudin. Dalam
catatan yang ada, istana Kaibon dihancurkan oleh Belanda pada tahun 1932,
bersamaan dengan istana Surosowan. Ketika itu Du Puy, utusan Gubernur Jenderal
Daendels mengirimkan perintah kepada Sultan Syarifudin untuk meneruskan
pembangunan jalan raya Anyer – Panarukan dan pelabuhan armada pasukan Belanda
di Labuhan. Alih-alih menaati perintah Daendels, kepala Du Puy langsung
dipenggal sebagai bentuk penolakan terhadap perintah. Akhirnya bisa ditebak,
Daendels marah dan menghancurkan benteng
Surosowan dan istana Kaibon. Begitulah kisah singkat tentang keberadaan istana
Kaibon ini.
Mesjid
Pacinan Tinggi
Mesjid Pecinan Tinggi, seperti namanya dibagun didaerah
pemukiman cina pada masa kesultanan Banten. Terletak kurang lebih 500 meter ke
arah Barat dari mesjid Agung Banten atau 400 meter ke arah selatan dari Benteng
Spelwijk. Tidak banyak literatur yang menjelaskan asal usul didirikannya mesjid
ini, kecuali hanya menjelaskan bahwa Mesjid Pecinan Tinggi ini merupakan mesjid
yang pertama kali di bangun oleh Sultan Hasanudin sebelum kemudian mendirikan
Mesjid Agung Banten.
Berbeda dengan Mesjid
Agung Banten yang masih berdiri dengan kokoh, Mesjid Pecinan Tinggi masih kokoh
tetapi using jadi tidak menarik perhatian . Selain sisa fondasi bangunan
induknya yang terbuat dari batu bata dan batu karang, juga masih ada bagian dinding
mihrabnya. Disamping itu, dihalaman depan disebelah kiri (utara) mesjid
tersebut, masih terdapat pula sisa bangunan menaranya yang berdenah bujur
sangkar. Menara ini terbuat dari bata dengan fondasi dan bagian bawahnya
terbuat dari batu karang. Bagian atas menara ini sudah hancur, sehingga wujud
secara keseluruhan/utuh dari bangunan ini sudah tidak nampak lagi. Tidak jauh
dari menara tersebut dan masih dalam area yang sama terdapat pula sebuah makam
cina. Entah apa kaitannya antara makam tersebut dengan mesjid pecinan tinggi,
yang jelas makam tersebut hanyalah satu-satunya yang terdapat di lokasi ini.
Tulisan cina yang ada di makam tersebut masih terpatri dengan jelas. Kami
meminta bantuan para pemuda yang sedang duduk di sekitar untuk menerjemahkan,
salah seorang teman mereka mengerti
huruf cina tersebut, artinya
dikuburkan disana adalah pasangan suami istri (Tio Mo Sheng+Chou Kong Chian)
yang berasal dari desa Yin Shao dan batu nissan tersebut didirikan pada tahun
1843. Bisa jadi kedua orang itu adalah imam/ustadz/pemuka agama sehingga layak
dimakamkan disamping Mesjid Pecinan Tinggi.
Dengan kondisi yang mengenaskan tersebut, praktis
peninggalan budaya Mesjid Pecinan Tinggi jauh dari minat kunjungan wisata.
Suasana yang terik dan tidak adanya pepohonan semakin menambah keengganan untuk
mengunjunginya. Memang Mesjid Pecianan Tinggi bukanlah suatu objek wisata yang
menarik untuk dikunjungi, terlebih bagi wisatawan keluarga tetapi bisa menambah
wawasan kita kawan. Kini, anak-anak asli Banten menggunakan halaman dari masjis
Pacinan untuk bermain bola. Yang menjadi gawangnya adalah tangga dari masjid
pacinan. Inih lah gambarnya yang diduduki oleh kawan kita ANA.
Vihara Banten
Lama (Avalokitesvara)
Dalam catatan sejarah, keberadaan Vihara Avalokitesvara ini
tidak bisa dilepaskan dari sosok Syarif Hidayatullah (1450-1568 M), atau yang
lebih populer dengan nama Sunan Gunung Djati, salah seorang wali dari Walisongo
yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Beliau terpantik mendirikan sebuah
vihara di Serang karena melihat banyaknya perantau dari Tiongkok beragama
Buddha yang membutuhkan tempat ibadah.
Menurut versi lain, ide mendirikan vihara muncul setelah beliau menikah dengan salah seorang putri Tiongkok. Karena banyak di antara pengikut putri tersebut yang masuk Islam, Sunan Gunung Djati kemudian membangun sebuah masjid bernama Masjid Pecinan. Sedangkan bagi mereka yang tetap bertahan dengan keyakinannya semula, dibuatkan sebuah vihara.
Vihara yang termasuk dalam Kawasan Situs Banten Lama dan konon dibangun sekitar tahun 1652 M ini diberi nama Vihara Avalokitesvara. Nama vihara tersebut diambil dari nama salah seorang penganut Buddha, yaitu Bodhisattva Avalokitesvara, yang artinya “mendengar suara dunia.”
Mengunjungi Vihara Avalokitesvara tergolong istimewa. Karena dengan mengunjungi vihara ini berarti seseorang telah mengunjungi sebuah situs sejarah dan sekaligus tempat ibadah. Sebagai situs sejarah, vihara ini termasuk salah satu vihara tertua di Indonesia. Vihara ini juga menjadi bukti kegemilangan peradaban Kesultanan Banten pada masa lalu. Sebagai tempat ibadah, vihara ini merupakan salah satu tempat ibadah favorit bagi umat Buddha dari dalam dan luar negeri.
Namun, vihara ini lebih dari sekadar situs sejarah dan tempat ibadah. Karena sesungguhnya, keberadaan vihara ini adalah simbol yang mencerminkan karakter masyarakat Banten yang mencintai kerukunan dan keharmonisan dengan berbagai suku, bangsa, dan agama pada masa lalu. Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam, namun masyarakat Banten senantiasa terbuka dengan berbagai agama yang masuk ke kawasan tersebut.
Sementara itu, keberadaan vihara di pusat Kota Banten Lama dan letaknya yang tidak terlalu jauh dari Masjid Agung Banten (masjid kesultanan), menjadi bukti lain dari fenomena kerukunan antarumat beragama di Banten pada masa lalu. Hinga kini, tradisi kerukunan antarumat beragama tersebut masih terjalin dengan baik.
Kompleks vihara yang luas dan suasana di sekitarnya yang tenang, serta lokasinya yang dekat dengan laut, menjadikan vihara ini begitu istimewa untuk dikunjungi. Angin laut yang berhembus pelan dan pesona daun nyiur yang melambai-lambai dengan latar Selat Sunda nan biru, menambah daya tarik kawasan ini. Sehingga, tidak mengherankan jika banyak orang yang datang ke sini, baik pemeluk agama Buddha yang ingin memanjatkan doa dengan khusyuk maupun turis yang ingin bertamasya atau sekadar mencari inspirasi. Biasanya, vihara ini ramai dikunjungi oleh turis dari dalam dan luar negeri pada saat perayaan Tahun Baru Imlek dan peringatan Lakwe Cakau, hari kesempurnaan Dewi Kwan Im sebagai Ibu Suri Buddha.
Di dalam vihara, pengunjung dapat menjumpai beraneka koleksi arsip, foto, lukisan, dan patung Dewi Kwan Im peninggalan Kekaisaran Tiongkok pada masa Dinasti Ming. Di samping itu, pengunjung juga dapat mengetahui reportase dahsyatnya gempa dan tsunami yang melanda kawasan sekitar Selat Sunda akibat letusan Gunung Krakatau pada tanggal 27 Agustus 1883. Reportase kronologi peristiwa tersebut dikisahkan dalam tiga bahasa, dan pengunjung dapat membacanya pada sebuah papan yang menempel di salah satu dinding vihara. Meski lokasi vihara dekat dengan laut, ajaibnya, vihara ini tidak “terpengaruh” oleh gempa tektonik dan tsunami dahsyat yang menewaskan ribuan korban yang sempat menggemparkan dunia itu.
Menurut versi lain, ide mendirikan vihara muncul setelah beliau menikah dengan salah seorang putri Tiongkok. Karena banyak di antara pengikut putri tersebut yang masuk Islam, Sunan Gunung Djati kemudian membangun sebuah masjid bernama Masjid Pecinan. Sedangkan bagi mereka yang tetap bertahan dengan keyakinannya semula, dibuatkan sebuah vihara.
Vihara yang termasuk dalam Kawasan Situs Banten Lama dan konon dibangun sekitar tahun 1652 M ini diberi nama Vihara Avalokitesvara. Nama vihara tersebut diambil dari nama salah seorang penganut Buddha, yaitu Bodhisattva Avalokitesvara, yang artinya “mendengar suara dunia.”
Mengunjungi Vihara Avalokitesvara tergolong istimewa. Karena dengan mengunjungi vihara ini berarti seseorang telah mengunjungi sebuah situs sejarah dan sekaligus tempat ibadah. Sebagai situs sejarah, vihara ini termasuk salah satu vihara tertua di Indonesia. Vihara ini juga menjadi bukti kegemilangan peradaban Kesultanan Banten pada masa lalu. Sebagai tempat ibadah, vihara ini merupakan salah satu tempat ibadah favorit bagi umat Buddha dari dalam dan luar negeri.
Namun, vihara ini lebih dari sekadar situs sejarah dan tempat ibadah. Karena sesungguhnya, keberadaan vihara ini adalah simbol yang mencerminkan karakter masyarakat Banten yang mencintai kerukunan dan keharmonisan dengan berbagai suku, bangsa, dan agama pada masa lalu. Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam, namun masyarakat Banten senantiasa terbuka dengan berbagai agama yang masuk ke kawasan tersebut.
Sementara itu, keberadaan vihara di pusat Kota Banten Lama dan letaknya yang tidak terlalu jauh dari Masjid Agung Banten (masjid kesultanan), menjadi bukti lain dari fenomena kerukunan antarumat beragama di Banten pada masa lalu. Hinga kini, tradisi kerukunan antarumat beragama tersebut masih terjalin dengan baik.
Kompleks vihara yang luas dan suasana di sekitarnya yang tenang, serta lokasinya yang dekat dengan laut, menjadikan vihara ini begitu istimewa untuk dikunjungi. Angin laut yang berhembus pelan dan pesona daun nyiur yang melambai-lambai dengan latar Selat Sunda nan biru, menambah daya tarik kawasan ini. Sehingga, tidak mengherankan jika banyak orang yang datang ke sini, baik pemeluk agama Buddha yang ingin memanjatkan doa dengan khusyuk maupun turis yang ingin bertamasya atau sekadar mencari inspirasi. Biasanya, vihara ini ramai dikunjungi oleh turis dari dalam dan luar negeri pada saat perayaan Tahun Baru Imlek dan peringatan Lakwe Cakau, hari kesempurnaan Dewi Kwan Im sebagai Ibu Suri Buddha.
Di dalam vihara, pengunjung dapat menjumpai beraneka koleksi arsip, foto, lukisan, dan patung Dewi Kwan Im peninggalan Kekaisaran Tiongkok pada masa Dinasti Ming. Di samping itu, pengunjung juga dapat mengetahui reportase dahsyatnya gempa dan tsunami yang melanda kawasan sekitar Selat Sunda akibat letusan Gunung Krakatau pada tanggal 27 Agustus 1883. Reportase kronologi peristiwa tersebut dikisahkan dalam tiga bahasa, dan pengunjung dapat membacanya pada sebuah papan yang menempel di salah satu dinding vihara. Meski lokasi vihara dekat dengan laut, ajaibnya, vihara ini tidak “terpengaruh” oleh gempa tektonik dan tsunami dahsyat yang menewaskan ribuan korban yang sempat menggemparkan dunia itu.
Kawan, setelah kami meminta izin,
kami diperbolehkan untuk melihat keadaan di dalam vihara ini.Aroma yupa mulai
menyentuh hidung kami dan semakin kedalam semakin tajam.Disana tedapat abu
sembilan dewa yang dianggap oleh orang Budha sebagai makhluk tuhan yang paling
suci. Dewa Quan in, dewa nomor 1 yang abunya diletakan ditempat berwarna emas
yang diatasnya ditusukan lidi merah yang terang dan dikawal oleh dua buah api dan
didepannya terdapat patung dua putri cantik yang kami lupa untuk menanyakan
nama dua putri itu. Patung Dewa Quan in mukanya tertutupi dengan tirai.Tahu
tidak abu dari Budha Gautama bisa kita temukan disini tetapi, ruangan untuk
Budha Gautama letaknya dipisahkan dengan sembilan dewa yang diagungkan.
Kami juga diperbolehkan untuk
menyaksikan ramalan masa depan yang biasa orang-orang budaha
lakukan.Pertama-tama mereka memberi penghormatan dengan menghidupkan yupa
sambil berdo’a sekitar enam menit (bergantung banyaknya do’a kawan), lalu
mereka mengetos benda kecil yang mirip dengan dadu tetapi berbeda ukuran,
(dibenda tersebut terdapat angka). Setelah angka keluar mereka mengambil kartu
yang berangka didalam lemari, warna kartu itu kuning.Ada seorang ibu-ibu yang
merasa sangat bahagia setelah membaca kartu tersebut,katanya dengan girang”
Lihat ini de, toko emas saya akan lebih ramai dan sebentar lagi saya akan
hamil”(jujur saja, kami tidak mengerti tulisan tersebut karena mayoritas
bertuliskan huruf china jadi kami hanya menampakan muka sok tahu kami yang
polos) -__- ? .
Demikian dengan ibu tersebut, ia tidak mengerti tulisan itu hasil tadi beliau
peroleh dari informasi petugas vihara.
Benteng
Speelwijk
Benteng spelwijk adalah tetangga dari vihara
Banten lama.Benteng ini didirikan untuk menghoramati Gubernur Jenderal Spleelma. Saat kami
berobservasi mata kami tertuju pada sisa sisa bangunan yang menjadi bukti bahwa
Banten pernah terjajah. Sungguh sangat di sayangkanagian bawah bangunan terbuat
dari batu cadas atau karang, sedangkan atasnya terdiri dari batu bata.
Kontruksi bangunan ini sangat mirip dengan kontruksi bahan yang digunakan untuk
membangun istana Kesultanan Surosowan dan Istana Kaibon, hal ini memberikan
teori bahwa pada saat VOC membangun kembali benteng pertahanan Kesultanan yang
dihancurkan pada saat penyerbuannya dibangun kembali dengan mempergunakan
material yang sama dan tentunya mempergunakan rakyat Banten sebagai tenaga
kerjanya juga.
Sekeliling benteng terdapat parit-parit sebagai celah pertahanan benteng di bagian luar, kini lebarnya kurang lebih 4 meter dengan kedalaman yang dangkal saja. Diperkirakan biasanya parit pertahanan ini pada waktu dahulu tentunya sangat lebar dan dalam sehingga tidak sembarangan orang dapat mendekati benteng tersebut. Masih terdapat pepohonan yang sudah sangat tua umurnya, memberikan arti sendiri saat mengamati bagian luar benteng. Seperti terdapatnya pemakaman ala orang Eropa dengan diberikan bangunan permanen atau tembok untuk mengingatkan siapa yang dimakamkan tersebut, hingga kini masih sangat jelas terlihat. Artinya benteng dan makam tersebut sudah berumur lebih dari 300 tahun.
Sekeliling benteng terdapat parit-parit sebagai celah pertahanan benteng di bagian luar, kini lebarnya kurang lebih 4 meter dengan kedalaman yang dangkal saja. Diperkirakan biasanya parit pertahanan ini pada waktu dahulu tentunya sangat lebar dan dalam sehingga tidak sembarangan orang dapat mendekati benteng tersebut. Masih terdapat pepohonan yang sudah sangat tua umurnya, memberikan arti sendiri saat mengamati bagian luar benteng. Seperti terdapatnya pemakaman ala orang Eropa dengan diberikan bangunan permanen atau tembok untuk mengingatkan siapa yang dimakamkan tersebut, hingga kini masih sangat jelas terlihat. Artinya benteng dan makam tersebut sudah berumur lebih dari 300 tahun.
Di dalam lingkungan benteng,
masih terdapat bagian pondasi dari sisa-sisa bangunan yang mungkin dipergunakan
sebagai perkantoran atau tempat tinggal, sedangkan di sisi barat masih berdiri
kokoh bangunan yang berupa lorong-lorong gelap, konon dulunya dipergunakan
sebagai tempat tahanan, penyimpanan senjata, dan logistik. Pada bagian atas
bangunan inilah meriam-meriam diletakkan sebagai pertahanan utama benteng.
Moncong meriam yang diarahkan langsung ke arah lautan (Teluk Banten), kini
jaraknya sangat jauh dari lautan walaupun masih tampak jelas bila dilihat dari
atas. Menurut sejarah yang tercatat sebenarnya garis pantai dahulu tidak
terlalu jauh dari benteng ini, saat ini mungkin terjadi pengendapan sehingga
garis pantai mundur ke arah laut lepas. Kami mencoba untuk menaiki atas dari
benteng ini,saat menaiki tangga kami melihat Batu karang berwarna putih besar
sebagai pengokoh tangga. Setelah ambil gambar kami meneruskan perjalanan
menyusuri bagian ujung dari vihara. Air laut yang pasang mulai mendekati
daratan, sejuk banget kawan bagian ujungnya memang laut lepas dan masih asli.
Banyak sekali burung yang mengambil ikan lalu terbang kembali, Yang pacaran
juga banyak kok disana. Ups hehe
Langganan:
Postingan (Atom)